SEBUAH pesan masuk ke Black Berry Massangger (BBM) saya. Isinya adalah foto jadul yang lokasinya berada jauh dari Aceh, di Camp Tajura, Tripoli, Libya.
Belasan orang berpakaian loreng ala timur tengah berdiri rapi. Di sudut paling kanan, berdiri seorang bertubuh gagah, baju loreng yang dipakainya tampak berbeda dengan belasan pria lain di foto itu. Entah kenapa, sontak saja ingatan saya kembali ke masa lalu. Masa ketika perang Aceh masih bergejolak.
Ceritanya begini.
Suatu hari awal tahun 2001 silam. Beberapa lelaki berbaju kaos hitam dan bercelana loreng asik duduk santai. Meraka lelah. Wajar saja, sejak pukul 06.00 WIB tadi mereka digembleng latihan rutin di Markas Komando Piranha, di sebuah kawasan pedalaman Nisam, Aceh Utara. Saat itu, Camp Piranha dipimpin langsung oleh Panglima TNA Muzakir Manaf atau Mualem.
Seperti hari-hari biasa, usai latihan militer, para pejuang di Camp Piranha bergegas menuju sungai, membersihkan diri. Beberapa lainnya juga menyiapkan makan siang, membersihkan tempat tidur dan membersihkan senjata. Mereka dipandu langsung oleh senior-senior Komando Piranha seperti Nizar Muhammad atau Nek Dan, Muhktar alias Ableh, Abdul Hadi atau Adi Gondrong, atau, Pakeh, Gure Nasir dan alm Kawaket.
Saya terbilang prajurit baru yang dikirim dari Sagoe untuk menimba ilmu militer di Komando Piranha. Siang itu, bersama 30 orang rekan lainnya saya sedang menikmati teh tarik buatan alm Tgk Dun, juru masak terkenal di Komando Piranha. Ada juga roti tawar bermerek Unibis. Ini adalah makanan khas kami sehari-hari, pasukan didikan Manoek Meu Aneuk atau alm Ahmad bin Rasyid alias Ahmad Kandang. Kami duduk bercengkrama, di tengah belantara hutan yang jauh dari hiruk pikuk kehidupan.
Tiba-tiba saja, sebuah Mobil TAF Rocky berwarna biru gelap merengsek ke areal markas. Kami siap siaga, tapi tak ada satupun yang bereaksi, karena tentu itu bukan musuh. Jika itu musuh, tentu pasukan regu piket akan menghajar habis-habisan mobil biru gelap itu. Begitu mobil berhenti, ketegangan kami pecah menjadi tawa. “ha.. ha..ha..ha..ha…” ternyata bukan musuh.
“Gedubakk!” suara hentakan pintu mobil seolah perintah yang menghentikan tawa. Suasana tegang, tingkah kami kaku begitu sosok laki-laki tinggi besar itu turun dari mobil. Dia adalah Muzakir Manaf atau biasa kami sapa Syech, kadang juga Mualem, Panglima Tentara Nanggroe Aceh (TNA).
“Assalamualaikum..,”
“Waalaikumsalam,” jawab kami dengan nada tegang.
Kami benar-benar tak menyangka, Mualem hari itu akan melakukan inspeksi mendadak (Sidak) ke markas Komando Piranha. Tanpa basi-basi, usai mengucap salam, Mualem bergegas menuju ke arah sungai. Di sana, beberapa orang senior kami sedang asyik mandi.
“Hoy! Ureung droneuh jak keunoe mandum!” bentak Mualem. Di saku celana kanannya, ada sepucuk pistol FN Six Soer berbalut plastik hitam.
“Bagah! Bareh dikeu lon!”
Delapan orang yang sedari tadi asyik mandi di sungai buru-buru menuruti perintah Mualem. Ia menanyakan apa yang sedang dilakukan prajuritnya itu di sungai. “Kami mandi dan ambil air wudhu untuk Zuhur,” jawab beberapa dia antara mereka.
“Puejuet mirah that aneuk mata! Sudah berapa jam kalian mandi?”
“Baru 20 menit, Mualem,” jawab salah seorangnya.
“Lalu apa yang ada di celana dalammu itu?!”
Sejenak suasana hening. Tak ada yang berani menjawab. Mualem memelototi satu persatu pasukannya yang bertelenjang dada itu. Beberapa saat kemudian salah seorang diantara mereka akhirnya menjawab pertanyaan Mualem. “Ga..ga..gaa..ganja Mualem…,”
Dari delapan orang yang disidak hari itu, tiga di antara mereka kedapatan menyimpan ganja di celana dalamnya. Dengan sikap kesal, Mualem mengintrogasi ketiga prajurit tersebut. Hasil pemeriksaan, diketahui bahwa ganja itu milik prajurit berinisial AY. Spontan Mualem langsung mengeluarkan perintah pecat secara tidak hormat terhadap AY.
“Mulai detik ini, kamu saya pecat!” bentak Mualem.
“Pergi dari sini dan jangan pernah kembali!”
“Ini markas pejuang Aceh, bukan tempat hisap ganja, generasi mabuk tidak layak jadi pejuang. Ini bukan main-main! ini amanah, ini perjuagan harga diri bangsa. Kalian hisap ganja di kamando ini! Allahuakbarrrrrrrrr,” Mualem menghela nafas panjangnya dengan takbir. Tangannya menyapu seisi kepala seolah merasa bersalah mengetahui pasukannya ada yang mengkonsumsi narkoba jenis ganja.
AY lantas buru-buru mengemasi barang-barangnya ke dalam ransel, dan langsung pergi meninggalkan Camp Komando Piranha. Dari kejauhan Mualem memperhatikan langkah AY satu persatu, hingga AY hilang dari pandangan Mualem. Saya memperhatikan dengan seksama raut wajah Mualem. Matanya berkaca-kaca, air matanya berlinang. Meski merasa sedih harus memecat salah seorang pasukan yang selama ini setia bersamanya, namun aturan harus tetap dijalankan. Ia kemudian masuk ke mobil dan meninggalkan Camp Komando Piranha.
Begitulah sepenggal kisah kami di Komando Piranha, tempat ratusan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dilatih ilmu militer dan ideologi ke-Aceh-an. Disini kami digembleng langsung oleh petinggi-petinggi GAM dan TNA yang sudah terlebih dahulu memperoleh langsung ideologi keacehan dari sesepuh GAM, termasuk ada yang langsung menimba ilmu dari deklarator GAM, Tgk Hasan Muhammad di Tiro.
Nizar Muhammad atau Nek Dan adalah salah seorang senior yang selalu setia mendidik wawasan umum, sejarah, ideologi, dan strategis prang gerilia serta mengawasi setiap hari. Ia selalu mewanti-wanti agar kami tetap disiplin dan bersungguh-sungguh. Bila nanti kembali ketengah masyarakat, kami diajarkan agar tetap bisa diterima oleh masyarakat meski sehari-hari memanggul senjata.
Di Camp Piranha, kami dididik keras, tak pandang bulu. Mualem atau H. Muzakir Manaf yang kini menjabat sebagai Wakil Gubernur Aceh memang dikenal sebagai sosok yang tegas dan menjadi tauladan bagi bawahan-bawahannya. Sebagai Wakil Gubernur Aceh, Mualem kini menjadi pemimpin sipil yang tidak bisa diurus dengan aturan militer.
Dan saya percaya, Mualem masih seperti dulu ketika memimpin pasukan perjuangan Aceh. antipatinya terhadap narkoba masih ditunjukkan hingga sekarang, di setiap kesempatan, ia selalu menghimbau generasi muda Aceh untuk tidak terjabak dalam lingkaran setan pengaruh narkoba. “Berlatihlah, perkuat mental, tingkatkan disiplin dan jauhkan Narkoba,” tegas Mualem pada suatu kesempatan September 2014 lalu.[Catatan Imran Pase, eks pasukan Komando Piranha]