Selasa, 03 Januari 2017

BANDA ACEH - Puluhan mahasiswa dari Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Aceh, melancarkan aksi mereka di kantor Gubernur Aceh, Rabu (4/1/2017).

Aksi tersebut sebagai buntut dari polemik APBA 2017, di mana Plt Gubernur Aceh, Soedarmo berencana menetapkan APBA 2017 melalui peraturan gubernur (pergub).

Sedangkan DPRA, tetap ingin membahas RAPBA 2017 dengan jadwal yang mereka tentukan, kemudian ditetapkan melalui qanun, seperti tahun-tahun sebelumnya.

Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam aktivis KAMMI Aceh, dalam aksinya di kantor gubernur, mendesak agar Plt Gubernur Aceh bersabar dan tidak langsung mempergubkan APBA2017.

"Tentunya kita berharap eksekutif mau bekerja sama dengan legislatif, untuk sama-sama merumuskan kembali APBA 2017," kata Koordinator Aksi, Heri Safrizal.

Dalam aksi itu, mahasiswa juga meminta Plt Gubernur untuk menemui mereka di lobi kantor Gubernur Aceh.

"Kami ingin bertemu dengan Plt Gubernur, kami minta waktu sedikit, agar kami bisa menyampaikan maksud kami hari ini," sebut Heri. (*)

Rabu, 14 Desember 2016

Banda Aceh - Mayjen TNI Chairawan K Nusyirwan mengapresiasi kinerja Mualem yang tetap memegang teguh dan prisipnya dalam memperjuangkan segala bentuk kewenangan. Jendreal bintang dua ini menuturkan, sosok kharismatik dan jiwa Ke-Acehan sangat melekat erat pada Mualem yang hingga saat ini yang tetap komitmen dalam memperjuangkan segala kemaslahan rakyat Aceh menuju ke arah yang lebih baik. Hal ini disampaikan mantan Komandan Komando Resort Milter 011/Lilawangsa – Banda Aceh saat mewakili tim koalisi pada pengukuhan tim pemenangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh, H. Muzakir Manaf - H. TA Khalid di Banda Aceh, Senin 12 Desember 2016. "Jiwa perjuangan rakyat Aceh itu sangat melekat pada Mualem. Kenapa saya katakan itu? Sebab saya juga latarbelakang militer yang ketika itu saya sudah lama mempelajari gerak gerik Mualem dimana tetap punya komit terhadap perjuangan rakyat Aceh. Maka sudah sepantasnya Aceh ini dipimpin oleh seorang panglima yang tegas dan bijaksana," ujar Mayjen TNI Chairawan K Nusyirwan yang disambut yel-yel kemenangan Mualem.  Dalam sambutannya, ia juga mengaku akan terus bekerja semaksimal mungkin dalam memberikan dukungannya terhadap Mualem-TA Khalid sebagai calon Gubernur Aceh pada pilkada 2017. Menurutnya, kharismatik dan harga diri Aceh masih dimiliki oleh mantan pucuk pimpinan GAM tersebut.  "Jadi, jangan ragu lagi jika ingin nasib Aceh ini berubah menjadi lebih baik dan masyarakatnya sejahtera. Maka marilah kita saling bergandengan tangan dalam memenangkan Mualem, karena secara historis masa kejayaan Aceh ini berada di bawah kepemimpinan sang panglima," ujar Mayjen TNI Chairawan K Nusyirwan.[media aceh]

BANDA ACEH – Calon Gubernur Aceh Muzakir Manaf yang akrab disapa Mualem saat pengukuhan Tim Pemenangannya di Gedung Amel Convetion Hall, Banda Aceh, pada Senin 12 Desember 2016.

Saat memberi sambutan, Ketua Umum Partai Aceh itu mengapresia komitmen partai-partai nasional yang setia mendukung pencalonannya dengan TA Khalid sebagai kandidat Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh periode 2017-2022 hingga saat ini.

Sebagai wujud penghormatannya, Mualem pun memberikan penghormatan dan ucapan terimaksaih dengan menyebut satu per satu partai pendukung/pengusung.

“Terimakasih kepada partai nasional yang telah komit dan setia mendukung pencalonan kami. Terimakasih untuk Partai Aceh, Partai Gerindra, Partai PKS, Partai PPP,” ujar Mualem.

Namun dalam pemberian ucapan terimakasih ini, ada sedikit lelucun yang membuat gelagak tawa ratusan orang yang menghadiri acara pelantikan Tim Pemenangan Mualem-TA Khalid ini.

Setelah menyebut Partai PPP, Mualem sempat terdiam sejenak, kemudian ia melanjutkan, “Peu lom? Keu Partai PBB. Karap tuwe keu PBB, tapi han tuwe shit,” celetuh Mualem yang mengundang gelagak tawa para hadirin.

Dalam kesempatan itu, Mualem juga mengapresiasi dukungan secara personal yang diberikan oleh tokoh-tokoh Aceh baik yang menetap di Medan maupun yang menetap di Jakarta. Dukungan yang mengalir seperti saat ini, kata Mualem, tidak hanya tingkat gubernur akan bisa dimenangkan tapi juga tingkat negara akan mungkin untuk dimenangkan.

“Kalau dukungan sudah seperti ini, bukan hanya tingkat gubernur kita mampu tapi juga tingkat negara. Kita punya Pangdam, Punya Polda, punya parnas, punya DPRA, semuanya kita sudah punya hari ini,” umbar Mualem yang penuh optimis untuk memenangkan pilkada 2017 mendatang yang diiringi applus dari ratusan tamu undangan.

Di akhir sambutannya itu, Mualem juga berjanji akan bekerja secara maksimal mungkin untuk membangun Aceh dengan TA Khalid jika terpilih nantinya, serta tetap akan menjaga sinergitas dengan partai-partai nasional yang sudah mendukung hari ini, untuk bekerja secara bersama dalam membangun Aceh yang lebih maju dan sejahtera. [Klikkabar.com]

Jumat, 09 Desember 2016

KUALASIMPANG - Sejumlah anak muda Tamiang yang bergabung dalam relawan Rakan Mualem dan Baramuda Rusman-M Ichsan menggalang bantuan dana di sejumlah persimpangan jalan di Kota Kualasimpang, Kamis (8/12/2016).

Pantauan Serambinews.com, Kamis (8/12/2016), puluhan anak muda ini,  berdiri di sejumlah persimpangan jalan, menggunakan kotak kardus, meminta bantuan kepada pengendara kenderaan yang melintas.

Ketua Rakan Mualem, Zikrillah didampingi Baramuda Aceh Tamiang Azir kepadaSerambinews.com, mengatakan, mereka tergugah atas terjadinya musibah gempa yang menimpa masyarakat Pidie Jaya.

Rencananya pihaknya akan menggalang bantuan selama beberapa hari, nantinya bantuan tersebut akan disalurkan kepada korban bencana gempa melalui yang berhak.

Selain relawan Rakan Mualem dan Baramuda, di lokasi berbeda juga terlihat Ikatan Remaja Masjid Aceh Tamiang (Ikram) serta pelajar SLB juga ikut menggalang bantuan dana. 

Kamis, 08 Desember 2016

Ulee Glee - Ketua Umum DPA Partai Aceh, Mualem Muzakir Manaf, mengantar sendiri bantuan masa panik di Desa Paru Keude, Kabupaten Pidie Jaya.

Kedatangan Mualem membuat para pengungsi setempat terkejut.

"Nyoe bantuan dari lon pribadi," kata Mualem sambil mengangkut bantuan yang dikemas dalam kotak.

Sejumlah warga kemudian membantu Mualem untuk mengangkut bantuan dari mobil Mualem.

Beberapa menit kemudian juga hadir ke lokasi TA Khalid dan rombongan PA Gerindra. 

Menurut Geuchik Paru Keude, M. Yasin, gempa menyebabkan puluhan rumah dan fasilitas umum di daerahnya rusak berat.

"Ada sekitar 85 orang yang terluka. 2 orang ditemukan meninggal," ujar M. Yasin.

"Masyarakat was was karena gempa susulan. Makanya berkumpul di sini," kata M. Yasin. [Media aceh].

Rabu, 07 Desember 2016

LHOKSEUMAWE - Pemerintah Aceh Utara mengerahkan tim dokter dan mobil ambulans untuk membantu korban gempa di Pidie Jaya, Rabu, 7 Desember 2016. Selain itu, dua alat berat juga telah dikirim ke lokasi gempa. "Tim kesehatan Aceh Utara sudah menuju Pidie Jaya. Mereka ada 18 orang dan empat mobil ambulans," kata T. Nadirsyah, Kabag Humas Setda Aceh Utara kepada portalsatu.com, Rabu siang. Nadirsyah menyebut tim kesehatan itu antara lain seorang dokter spesialis bedah, seorang dokter spesialis THT, empat dokter umum, seorang penata anestesi, dan 11 perawat.  “Kita juga mendapat kabar di lokasi gempa kekurangan alat berat. Jadi kita dibantu oleh BPBD membawa dua unit alat berat ke sana untuk membersihkan puing-puing, sekaligus mencari korban yang tertimbung reruntuhan bangunan,” kata Nadirsyah. Kepala BPBD Aceh Utara Munawar mengatakan, sebanyak 25 anggota BPBD dan Search and Rescue (SAR) Aceh Utara dikerahkan untuk membantu evakuasi korban gempa di Pidie Jaya. "Anggota SAR dan BPBD sudah berangkat ke lokasi sejak pukul 11.00 WIB. Mereka turut membawa enam tenda siap pasang, rubber boat dan sejumlah perlengkapan tanggap darurat lainnya," kata Munawar via telepon seluler. Munawar berharap bantuan anggota BPBD dan peralatan yang dikirmkan pihaknya bisa bermanfaat di lokasi gempa. "Kami tetap berpartisipasi dalam penanggulangan bencana gempa bumi di Pidie Jaya," pungkasnya. - See more at: http://portalsatu.com/read/news/aceh-utara-kirim-tim-kesehatan-dan-alat-berat-ke-pidie-jaya-21851#sthash.ykxIUmGm.dpuf

APAKAH pemberontak, gerilyawan, atau pejuang? Untuk menjawabnya tergantung pada sudut mana melihatnya dan dari sisi mana kita berada. Namun Kamaruddin Abubakar, mantan Wakil Panglima Gerakan Aceh Merdeka, tak ingin mencari kata yang pas untuk kiprahnya.

“Bagi kami yang penting apa yang kami lakukan di masa lalu itu dengan niat memperjuangkan keadilan bagi rakyat Aceh,” kata Kamaruddin yang akrab disapa Aburazak saat ditemui di rumahnya di Ulee Kareng, Banda Aceh.

Aburazak kini adalah Wakil Ketua Umum Partai Aceh dan juga menjadi Wakil Ketua Komite Peralihan Aceh (KPA), dua lembaga yang dipimpin Muzakir Manaf, mantan Panglima GAM yang kini menjabat Wakil Gubernur Aceh. Dia juga dipercaya menjadi Ketua Pelaksana Dewan Pengawas Perusahaan Daerah Pembangunan Aceh (PDPA).

Bagi Aburazak, jabatan bukan segalanya. “Kendati demikian, setiap amanah harus dilaksanakan sebaik-baiknya dan harus dipertanggungjawabkan kepada pemberi amanah,” katanya.

Misalnya, kata Aburazak, rakyat Aceh sudah mempercayai pemimpin Partai Aceh untuk memegang tampuk kepemimpinan di Aceh, bahkan di 13 kabupaten lainnya, “Karena itu kita harus menjalankan amanah itu dengan penuh tanggung jawab.”

Ketika pilkada Aceh 2012 yang lalu, Aburazak adalah Ketua Tim Pemenangan Pusat Partai Aceh yang mengusung mantan tokoh GAM Zaini Abdullah yang berpasangan dengan Muzakir Manaf. Di tangan Aburazak semua sentral strategi pemenangan pilkada itu, bahkan termasuk ke daerah-daerah tingkat dua yang mencalonkan kader Partai Aceh sebagai calon bupati dan walikota.

Kemenangan dalam pilkada Aceh untuk pasangan Zaini-Muzakir dan juga untuk 12 kabupaten dan kota ternyata bagi Aburazak bukan berarti pekerjaan sudah selesai. “Sebenarnya, kini kita melaksanakan pekerjaan yang lebih berat tantangannya,” katanya.

Urusan pemenangan, tampaknya Aburazak memang jagonya. Ia ibarat motor penggerak bagi partainya. Buktinya, menjelang pemilu legislatif April 2014, Abu Razak kembali mendapat tugas serupa. Ia mengepalai Komite Pemenangan Partai Aceh (KPPA). 

“Rakyat Aceh menaruh harapan besar untuk PA (Partai Aceh) agar ada perubahan untuk masa depan Aceh. Marilah kita sama-sama menjaga amanah. Apalagi tanggung jawabnya langsung atas pundak kita, atas Pemerintah Aceh.”

 ***

RUMAH di salah satu pojok Ulee Kareng itu sangat asri. Ada sebuah jambô di pojok kanan halaman. Di beberapa sudutnya dicat merah, putih, dan hitam, tiga warna kombinasi bendera Partai Aceh. Tokoh masyarakat Aceh mengunjungi rumah ini silih berganti.

Di situlah Aburazak bermukim bersama istri dan dua buah hatinya. “Ini anak saya dari istri saya yang kedua,” kata Aburazak. Pertama menikah pada 1995, Aburazak menyunting Mariyana Muhammad yang memberinya empat buah hati. “Saya kehilangan mereka pada tsunami 2004,” kata Aburazak. Sejenak ruang tamu terasa sunyi. Dia menarik nafasnya, dan melepasnya perlahan-lahan.

Aburazak menikah kedua kalinya pada 2006 dengan Rita Satria binti Syarboyni. Mereka dikaruniai dua buah hati, Naiza Nafira dan M. Muntadar.

Jika di rumah Aburazak bermain-main dengan Naiza dan Muntadar, maka begitu melangkah ke luar pagar dia langsung bergelut dengan beragam kesibukan. Di antaranya, mengurusi partai dan organisasi mantan kombatan. Kini sudah bertambah lagi, yaitu ke kantor gubernur. Maklumlah, di sinilah kantor PDPA berada. Di lantai tiga. “Tak mengapa jika untuk kebaikan,” katanya. Dia bertekad membantu peningkatan pendapatan daerah.

Lahir di Teupin Raya pada 1 Mei 1967, Aburazak adalah keluarga besar Syamaun Gaharu. Berpangkat terakhir brigadir jenderal, Syamaun adalah  Panglima Kodam Iskandar Muda pertama periode 1956 – 1960. Dari salah satu adik perempuan Syamaun Gaharu, lahirlah kakek Aburazak. Jadi Aburazak ini generasi ketiga dari keluarga besar Syamaun Gaharu.

Aburazak adalah anak keempat dari delapan bersaudara. Ia menghabiskan masa kecilnya di kampung. Begitu juga dengan sekolahnya, mulai dari MIN hingga SMA. Pulang sekolah, dia membantu ayahnya, Abubakar, yang membuka toko kelontong.  

Setelah menamatkan SMA pada 1986, dia merantau ke Banda Aceh. “Saya kuliah di akademi akuntansi,” katanya. Namun tak selesai. “Pada semester tiga saya mengurus paspor untuk keluar dari Aceh,” katanya. Rupanya dia sudah menjalin kontak dengan Gerakan Aceh Merdeka. Ia ke luar negeri untuk bergabung dengan GAM dan ditampung oleh Malik Mahmud yang kini adalah Wali Nanggroe.

Pada 1988, Aburazak berangkat ke Libya. “Kami ditempatkan di kamp Tajura, Tripoli. Di sinilah kami mengikuti latihan militer,” katanya. Enam bulan latihan, Aburazak terpilih menjadi pengawal Muammar Khadafi, pemimpin Libya. “Waktu itu, saya di Benghazi, bertugas selama 15 hari,” katanya.

Usai menjaga Khadafi, dia ditugaskan menjaga senjata dan alat-alat tempur, hingga kemudian pada 1989 dia kembali ke  Malaysia.

Berselang setahun, Aburazak sudah berada di Aceh. “Kami berjumpa dengan tokoh-tokoh senior GAM yang sudah bergabung sejak 1976,” katanya. “Misalnya Pawang Rasyid, Uma, Tengku Usuf, Teungku Yusuf Husen, Teungku Yahya, dan lain-lain, semuanya ada sekitar 30 orang. Kami melapor bahwa sudah menjalankan pendidikan di luar, dan amanah Wali (Hasan Tiro) untuk memberi penerangan kepada rakyat Aceh.”

Tentu saja Pawang Rasyid menyambut Aburazak dan teman-temannya dengan penuh semangat. Waktu itu, Pawang Rasyid adalah Panglima Pidie. “Begitu kami pulang, tiga daerah di Aceh bergolak, yaitu Aceh Timur, Pidie, dan Aceh Utara (Bireuen masih berada dalam wilayah Aceh Utara),” katanya. Kendati demikian, mereka tetap menjalankan tugas memberi penerangan itu. “Kami masih prajurit.”

Dalam perjalanan waktu, Aburazak kemudian menjadi Panglima Pidie menggantikan Pawang Rasyid yang wafat pada 1998. Dua tahun kemudian, Panglima Abdullah Syafii mengangkatnya menjadi komandan operasi untuk seluruh Aceh. “Bersama Tengku Lah (Abdullah Syafi’i, dan Mualem (Muzakir Manaf yang waktu itu masih Wakil Panglima), kami memimpin gerilya berdasarkan arahan Wali,” katanya.

Sepeninggalan Abdullah Syafi’i, Muzakir Manaf diangkat menjadi Panglima GAM, dan Aburazak menjadi Wakil Panglima GAM. Mereka tetap bersama-sama naik turun gunung.

***

HELIKOPTER berderu-deru terbang di pegunungan Tiro. Mereka merapat ke lokasi Mualem dan Aburazak berada. Dari heli yang mendarat, turun tiga orang dan mendekati para pemimpin gerilyawan GAM ini. “Mereka adalah tim yang sedang merumuskan perdamaian antara RI dan GAM,” kata Aburazak.

Gagasan perdamaian memang sudah berlangsung sejak 2003. “Kita terus mengikuti perkembangan perdamaian. Kita tahu, kita berkoordinasi bersama dengan Zakaria Saman (salah seorang pemimpin GAM). Saya selaku komandan operasi memegang komando apakah terus berjuang atau stop, karena itu memang harus mengetahui instruksi dari pimpinan,” katanya.

Aburazak sangat ingat tim yang menjumpainya itu. “Yang datang di antaranya adalah Peter Fieth dan Juha Cristensen, satu lagi dari Finlandia saya lupa namanya,” katanya. Tiga orang inilah yang bertanya bagaimana keputusan GAM yang berada di lapangan jika pimpinannya di luar negeri memutuskan berdamai.

“Kami satu komando, kalau diperintah stopperang, kami stop perang. Kalau diperintah lanjut, kami lanjut. Itu saja,” katanya. Aburazak menjelaskan, bahwa komitmen mereka berada pada komando pimpinan. “Mereka adalah Wali, Malik Mahmud, dan Zakaria Saman. Jadi kalau perintah itu datang dari luar tiga pimpinan kami itu, kami tak menghiraukannya,” katanya.

Setelah kedatangan ketiga orang itulah perdamaian pun terwujud pada 2005. Kemudian Aburazak bersama elite GAM merancang perubahan GAM menjadi partai politik dan satu organisasi untuk menampung mantan kombatan. Mulanya mereka membuat nama Partai GAM dengan bendera berlambang bintang bulan, tetapi tak kunjung disetujui.

Akhirnya sebuah ide nama partai lahir dari diskusi Aburazak dan beberapa elite GAM di sebuah sudut Jakarta. “Waktu itu ada Meuntro Malik, Zakaria Saman, Mualem, dan Yahya Muadz,” katanya. Dari hasil mengutak-atik nama, tersebutlah Partai Aceh. “Jadi maknanya lebih luas, sebab kalau memakai nama Partai GAM kan seolah-olah partai hanya untuk kombatan saja. Kalau dengan nama Partai Aceh itu lebih luas, menjadi milik semua rakyat Aceh,” kata Aburazak.

Lalu, mereka bertemu dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla, dan langsung meneken satu surat rekomendasi untuk nama Partai Aceh pada 8 April 2008. “Sesampai di Aceh kami duduk bersama merembukkannya lagi. Waktu itu kami dipanggil Wali, dan ada juga Mualem (Muzakir Manaf),” katanya.

Setelah semuanya sepakat, diumumkanlah nama partai lokal ini. “Alhamdulillah semuanya menerima dan menyambutnya dengan baik,” katanya. Maka lahirlah Partai Aceh pada 2008. Pada pemilu 2009, Partai Aceh menguasai parlemen di DPRA sampai 33 kursi, 48 persen.

Bahkan pada pilkada 2012, 60 persen lebih rakyat Aceh memilih calon pemimpin dari Partai Aceh, Zaini Abdullah-Muzakir Manaf, dan 12 dari 23 kabupaten telah memilih kepala daerahnya dari Partai Aceh.

***

KINI jam tidur Aburazak sudah berkurang drastis. “Terus terang, ketika konflik dulu saya dapat tidur delapan jam, sekarang cuma empat jam. Banyak tugas yang harus kita selesaikan, kita jalankan,” katanya.

Para mantan kombatan yang kini berada di Partai Aceh memang sedang menanggung beban yang berat. Rakyat Aceh menggantung harapan masa depannya di sini. “Ini jelas tanggung jawab kita. Buruknya, majunya, kurangnya Aceh ini tanggung jawab kita. Tak ada kata-kata yang bisa disusun untuk beralasan,” katanya.

Ia yakin, semua timnya akan bekerja dengan tulus ikhlas untuk sama-sama membangun Aceh. “Kita harap juga dari kampus-kampus, dari pengusaha-pengusaha Aceh di mana saja berada. Marilah bersama-sama membangun Aceh. Ini masa membangun,” katanya. []

Categories

Unordered List

Sample Text

Popular Posts

Recent Posts

Text Widget